Welcome to Lisa's Blog

Berkarya untuk mewarnai keilmuan dan aktualisasi diri.

Berjuang dalam semua lini

Do reframing your mind n make everithing easy

Counseling for All

Counseling is My Live.

Semua budaya itu Indah

Jadikan perbedaan sebagai sahabat untuk bersama melangkah menuju kedamaian.

Nuansa adalah keindahan

Nikmati warna dalam nuansa sendu, berjalan, berlari dan terbang .

Selasa, 13 Desember 2011

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Padang (UNP) akan mengadakan SEMINAR & WORKSHOP INTERNASIONAL dengan tema "pengembangan karakter cerdas, pencegahan agresivitas dan penyalahgunaan narkoba melalui aplikasi konseling"
yang akan diselenggarakan pada tanggal 14 JANUARI 2012 di gedung LPMP Sumatera Barat
dengan pemateri:
  1. Prof. Prayitno M,Sc.,Ed
  2. Prof. DR. Abd. Halim Bin Mohd Hussin
  3. Prof. Mungin Edi Wibowo M.Pd., Kons
untuk informasi lebih lengkap SEGERA kunjungi dan daftarkan diri anda di: http://sibk.unp.ac.id

Selasa, 14 Juni 2011

STUDI KASUS

STUDI KASUS
1.       PENGERTIAN STUDI KASUS
Kamus Psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan 2 (dua) pengertian tentang Studi kasus (Case Study), pertama Studi kasus merupakan suatu penelitian (penyelidikan) intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal. Kedua studi kasus merupakan informasi-informasi historis atau biografis tentang seorang individu, seringkali mencakup pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan dengan case study yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus. Case history merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa lampau seorang individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami kesulitan-kesulitannya yang sekarang, serta menolongnya dalam usaha penyesuaian diri (adjustment) (Kartini dan Gulo, 2000).
Definisi studi kasus dari beberapa pakar dalam Psikologi dan Bimbingan Konseling, yaitu ;
a.       Studi kasus adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985).
b.      Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik (WS. Winkel, 1995).
c.       Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative dan komprehensif. Integrative artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap (Dewa Ketut Sukardi, 1983).
d.      Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu
e.      Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci.
f.       Studi kasus merupakan teknik yang paling tepat digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling karena sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh. Studi kasus menggunakan hasil dari bermacam-macam teknik dan alat untuk mengenal siswa sebaik mungkin, merakit dan mengkoordinasikan data yang bermanfaat yang dikumpulkan melalui berbagai alat. Data itu meliputi studi yang hati-hati dan interpretasi data yang berhubungan dan bertalian dengan perkembangan dan problema serta rekomendasi yang tepat.
Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya.
2.      Tujuan Studi Kasus
Studi Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut.
3.      Sasaran Studi kasus
Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. Yang biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus adalah murid yang menjadi suatu problem (problem case); jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental.

Senin, 25 April 2011

konseling lintas budaya


KONSELING LINTAS BUDAYA

1.      Pengertian Multikulturalisme
Multikulturalisme merupakan istilah yang isi konsep atau pengertiannya sangat luas, kompleks, dan memiliki tingkat abstraksi yang tinggi, seperti kata ”multi” yang terdapat dalam kata multikuturalisme. Multikulturalisme tentu saja berhubungan dengan kebudayaan-kebudayaan. Maka di dalam pengertian (konsep) multikulturalisme bisa dimengerti bila batasan atau definisi tentang multikulturalisme beragam dan bermuatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu. Sebuah definisi pada umumnya dibuat dengan tujuan atau kepentingan tertentu. Ada definisi yang dibuat dengan maksud dapat digunakan secara luas atau umum. Ada pula sebaliknya, definisi dibuat dengan tujuan khusus. Berikut ini adalah beberapa definisi mengenai multikulturalisme.
“Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several cultural communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world, system of meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).
Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174). Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000). Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).

2.      Sejarah Multikulturalisme
Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara normatif (istilah 'monokultural' juga dapat digunakan untuk menggambarkan homogenitas yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan baru.
Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa-Inggris (English-speaking countries), yang dimulai di Kanada pada tahun 1971.[7] Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elit.[rujukan?] Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara Eropa, terutama Belanda dan Denmark, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan monokulturalisme.[8] Pengubahan kebijakan tersebut juga mulai menjadi subyek debat di Britania Raya dam Jerman, dan beberapa negara lainnya.

3.      Jenis Multikulturalisme
Berbagai macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktek multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama Parekh (1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme (Azra, 2007, meringkas uraian Parekh):
1.      Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
2.      Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
3.      Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
4.      Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
5.      Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

4.      Multikulturalisme di Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahamni sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi Azra, 2007). Lawrence Blum mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat ddisimpulkan bahwa inti dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa membeda-bedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.

5.      Keterkaitan keduanya dalam pelayanan konseling
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural.
            Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain
            Dalam hal ini apabila kita memiliki seorang klien dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks, sehingga dengan hal itu kita menjadikannya sebagai suatu pemahaman bagi diri kita, dan kita dapat memberikan penghargaan serta penilaian atas budaya yang dianutnya tanpa kita meremehkan atau memojokkan kebudayaannya.dan kita dapat menambah ilmu pengetahuan tentang kebudayaan yang dianutnya.















SUMBER
http://blogspot.definisi mengenai multikulturalisme.com. Diakses 21 April 2010.    Pukul 16.25 WIB
http:// Azmar R. Keterkaitan antara mulltikulturalisme dan monokulturalisme.        Diakses 21 April 2010. Pukul 16.00 WIB

Kamis, 21 April 2011

correctional counselling

Prosedur Pelaksanaan Pembinaan dan Bimbingan terhadap Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat seseorang yang terlibat dengan konflik hukum artinya orang yang telah melakukan pelanggaran hukum akan di tempatkan di Lapas atau Rutan (Rumah Tahanan)

Kamis, 06 Januari 2011

DINAMIKA KELOMPOK


DINAMIKA KELOMPOK
A.    Pengertian Dinamika Kelompok
Jika dilihat dari asal katanya, dinamika memiliki arti tenaga/kekuatan yang selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap setiap keadaan keadaan. Sedangkan kelompok merupakan kumpulan orang-orang yang merupakan kesatuan sosial yang mengadakan interaksi yang intensif dan mempunyai tujuan bersama.
Dengan demikian dinamika kelompok merupakan  sebuah konsep yang menggambarkan proses kelompok yang selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu berubah-ubah.
Dinamika kelompok merupakan sinergi dari semua faktor yang ada dalam suatu kelompok, artinya merupakan pengerahan secara serentak semua factor yang dapat digerakkan dalam kelompok itu. Dengan demikian, dinamika kelompok merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi suatu kelompok.
Dinamika kelompok digunakan untuk menyebut suatu ideology atau pandangan yang berkaitan dengan cara-cara bagaimana kelompok harus diorganisasikan dan dikelola. Ideology ini menekankan pentingnya kepemimpinan yang demokratis, keikutsertaan para anggota dalam mengambil keputusan , dan pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan kerjasama dalam kelompok demi kepentingan individu dan masyarakat.
Dinamika kelompok digunakan untuk menyebut sejumlah teknik seperti permainan peranan, diskusi kelompok, observasi  dan pemberian balikan terhadap proses kelompok , dan pengambilan keputusan kelompok, yang secara luas digunakan dalam kelompok-kelompok latihan pengembangan keterampilan hubungan antar manusia, dalam pertemuan-pertemuan dan rapat-rapat kepanitiaan.
Dinamika kelompok digunakan untuk menyebut suatu penelitian untuk memperoleh pengetahuan tentang hakekat kelompok, hokum-hukum perkembangan kelompok, dan antar hubungan anggota-anggotanya, hubungan dengan kelompok lain dan dengan lembaga-lembaga yang lebih luas.
Dalam kaitannya dengan kegiatan bimbingan, Shertzer dan stone (dalam tatiek, 1989:  36) mengemukakan dinamika kelompok adalah kekuatan-kekuatan yang berinteraksi dalam kelompok pada waktu kelompok melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuannya.
Prayitno (1995:22) mengemukakan bahwa kelompok yang baik ialah apabila kelompok itu diwarnai oleh semangat yang tinggi, kerjasama yang lancar dan mantap serta adanya saling mempercayai diantara anggota-anggotanya. Kelompok yang baik seperti itu akan terwujud apabila para anggotanya saling bersikap sebagai kawan dalam arti yang sebenarnya, mengerti dan menerima secara positif tujuan bersama, dengan kuat merasa setia kepada kelompok, serta mau bekerja keras atau bahkan berkorban untuk kelompok. Berbagai kualitas positif yang ada dalam kelompok itu “bergerak”, “bergulir” yang menandai dan mendorong kehidupan kelompok. Kekuatan yang mendorong kehidupan kelompok itu dikenal sebagai dinamika kelompok.
Factor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kelompok sebagaimana digambarkan diatas adalah:
a.       Tujuan dan kegiatan kelompok
b.      Jumlah anggota
c.       Kualitas pribadi masing-masing anggota kelompok
d.      Kedudukan kelompok
e.       Kemampuan kelompok dalam memenuhi kebutuhan anggota untuk saling berhubungan sebagai kawan, kebutuhan untuk diterima, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan bantuan moral, dan sebagainya.

B.     Peranan dinamika kelompok dalam bimbingan kelompok dan konseling kelompok
Suasana kelompok, yaitu antar hubungan dari semua orang yang terlibat dalam kelompok, dapat merupakan wahana dimana masing-masing anggota kelompok itu (secara perorangan) dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan, dan berbagai reaksi dari anggota kelompok lainnya untuk kepentingan dirinya yang bersangkut paut dengan pengembangan diri anggota kelompok yang bersangkutan. Kesempatan timbal balik inilah yang merupakan dinamika dari kehidupan kelompok (dinamika kelompok) yang akan membawakan kemanfaatan bagi para anggotanya.
Melalui dinamika kelompok setiap anggota kelompok diharapkan mampu tegak sebagai perorangan yang sedang mengembangkan kediriannya dalam hubungannya dengan orang lain. Pengembangan pribadi kedirian dan kepentingan orang lain atau kelompok harus dapat saling menghidupi. Masing-masing perorangan hendaklah mampu mewujudkan kediriannya secara penuh dengan selalu mengingat kepentingan orang lain. Dalam hal ini, layanan kelompok dalam bimbingan dan konseling seharusnya menjadi tempat pengembangan sikap, keterampilan dan keberanian social yang bertenggang rasa.
Secara khusus, dinamika kelompok dapat dimanfaatkan untuk pemecahan masalah pribadi para anggota kelompok, yaitu apabila interaksi dalam kelompok itu difokuskan pada pemecahan masalah pribadi yang dimaksudkan. Dalam suasana seperti itu, melalui dinamika kelompok yang berkembang, masing-masing anggota kelompok akan menyumbang baik langsung maupun tidak langsung dalam pemecahan masalah pribadi tersebut.
C.    Jenis-Jenis Kelompok
1.      Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
Kelompok primer diwarnai oleh hubungan pribadi secara akrab dan kerjasama yang terus menerus diantara para anggotanya. Contoh: kesatuan anak-anak sepermainan, kesatuan sekelompok remaja, dan sebagainya.
Kelompok sekunder didasarkan pada kepentingan-kepentingan tertentu yang mewarnai arah kegiatan dan gerak gerik kelompok itu, seperti kelompok politik, kelompok keagamaan, kelompok para ahli pada suatu bidang. Keberadaan dan kegiatan kelompok sekunder tidak tergantung pada hubungan pribadi secara akrab meskipun hubungan antar anggota (baik langsung ataupun tidak langsung) tetap ada.
2.      Kelompok Sosial dan Kelompok Psikologikal
Pada kelompok social, tujuan yang ingin dicapai biasanya tidak bersifat pribadi (impersonal), melainkan merupakan tujuan bersama untuk kepentingan bersama. Contoh: persatuan buruh.
Sedangkan pada kelompok psikologikal pada dasrnya lebih bersifat mempribadi (personal). Para anggota kelompok psikologikal memasuki kelompok itu biasanya didorong oleh kepentingan yang menyangkut hubungan antar pribadi. Contoh: himpunan para korban kebakaran.
3.      Kelompok Terorganisasikan dan Kelompok Tidak Terorganisasikan
Kelompok terorganisasikan memiliki ciri utama adanya pemimpin yang mengatur dan memberi kemudahan dan mengawasi dijalankannya peranan masing-masing anggota.
Sedangkan pada kelompok yang tidak terorganisasikan para anggotanya bertindak lebih bebas, tidak saling terikat pada anggota lain, dan adanya fleksibilitas yang besar.
4.      Kelompok formal dan kelompok informal
Kelompok formal terbentuk berdasarkan tujuan dan aturan tertentu yang bersifat resmi (dan tertulis). Gerak dan kegiatan kelompok diatur dan tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang telah dibuat untuk itu. Aturan ini biasanya tertulis dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Sedangkan pada kelompok informal keberadaan dan gerak gerik kelompok didasarkan pada kemauan, kebebasan dan selera orang-orang yang terlibat didalamnya.

Kelompok Dalam Layanan Bimbingan Dan Konseling Kelompok
Kelompok yang dipergunakan sebagai wadah atau wahana bagi layanan bimbingan dan konseling melalui pendekatan kelompok ialah kelompok-kelompok sekunder, psikologikal, tidak terorganisasikan dan informal. Selain itu, dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling melalui pendekatan kelompok, ada dua jenis kelompok yang dapat dikembangkan, yaitu kelompok bebas dan kelompok tugas.
·         Kelompok bebas
Melakukan kegiatan kelompok tanpa penugasan tertentu, dan kehidupan kelompok itu memang tidak disiapkan secara khusus sebelumnya. Perkembangan yang akan timbul di dalam kelompok itulah nantinya yang akan menjadi isi dan mewarnai kehidupan kelompok itu lebih lanjut. Kelompok ini memberikan kesempatan kepada seluruh anggota kelompok untuk menentukan arah dan isi kehidupan kelompok itu.
·         Kelompok tugas
Arah dan isi kegiatan kelompok ditetapkan terlebih dahulu. Kelompok tugas Pada dasarnya diberi tugas untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Kelompok bebas dapat mengubah dirinya menjadi kelompok tugas, apabila kelompok itu mengikatkan diri untuk sesuatu tugas yang ingin diselesaikan. Dinamika kelompok diarahkan untuk penyelesaian tugas itu.

D.    Usaha Menggerakkan Dinamika kelompok
Dinamika kelompok harus hidup, mengarah pada tujuan yang ingin dicapai, dan membuahkan manfaat bagi masing-masing anggota kelompok. Dengan demikian, usaha yang dapat dilakukan oleh anggota kelompok untuk hal ini yaitu:
·         Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok.
·         Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok.
·         Berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama.
·         Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik.
·         Benar-benar berusaha untuk secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok.
·         Mampu berkomunikasi secara terbuka.
·         Berusaha membantu anggota lain.
·         Memberi kesempatan kepada anggota lain untuk juga menjalankan peranannya.
·         Menyadari pentingnya kegiatan kelompok itu.
Usaha yang dapat dilakukan oleh pemimpin kelompok untuk menghidupkan dinamika kelompok, yaitu:
·         Mempersiapkan anggota kelompok untuk peranan yang harus dimainkannya.
·         Memperhatikan anggota-anggota kelompok dalam menjalani kegiatan kelompok
·         Memperhatikan setiap tingkah laku (baik ucapan, tindakan, maupun isyarat) yang ditampilkan oleh setiap anggota kelompok.
·         Memperhatikan keikutsertaan anggota-anggota kelompok dalam memecahkan masalah-masalah yang timbul.
·         Sanggup merangsang diawalinya kegiatan-kegiatan kelompok

E.     Pembentukan Anggota Kelompok
Keanggotaan kelompok dapat bersifat tidak sukarela atau sukarela. Keanggotaan dalam kelompok keluarga tertentu adalah tidak sukarela. Ada beberapa organisasi (kelompok) yang anggota-anggotanya terhimpun didalam kelompok itu atas dasar kedudukannya. Dalam kelompok seperti ini semua orang yang menduduki jabatan atau status yang dimaksud, mau tidak mau menjadi anggota dari kelompok itu. Sebaliknya, kelompok yang keanggotaannya bersifat sukarela biasanya lebih bebas dan peranan anggota lebih besar dalam menentukan gerak dan kegiatan kelompok itu.
Alasan seseorang mau memasuki suatu kelompok secara sukarela:
·         Dalam kelompok dapat dicapai tujuan atau kepentingan pribadi yang penting, misalnya kedudukan dan penghargaan
·         Kelompok itu menyajikan kegiatan-kegiatan yang menarik, seperti diskusi, menjelajah alam, darmawisata, olahraga, dan sebagainya.
·         Dengan memasuki kelompok itu kebutuhan-kebutuhan tertentu dapat terpenuhi, seperti kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki, kebutuhan untuk dikenal oleh orang lain, kebutuhan akan rasa aman, dan sebagainya.








DAFTAR PUSTAKA
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan Dan Konseling Kelompok (Dasar Dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia
Romlah, tatik. 1989. Teori Dan Praktik Bimbingan Kelompok. Jakarta: Depdikbud