Jumat, 05 November 2010

Macam-macam Perkawinan


MACAM-MACAM PERKAWINAN
A.    POLIGAMI
Agama Islam membolehkan seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi sampai empat orang. Hikmahnya adalah supaya jangan terjadi perzinaan, karena apabila seorang laki-laki diberi hak isteri hanya seorang saja sedangkan jasmaninya butuh tambahan isteri, karena isteri yang telah dinikahi tidak bisa melayani dengan sepenuhnya karena badan lemah dan sebagainya. Maka untuk itu dalam keadaan begini Allah memberikan kesempatan kepadanya untuk beristri lebih dari satu, sesuai dengan anjuran Allah yangn terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 3, yang artinya:
“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika takut tidak akan berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja”.
Tetapi sekalipun dibuka kesempatan untuk beristeri lebih dari seorang, namun kesempatan yang diberikan itu adalah kesempatan bersyarat. Syarat itu sungguh berat bagi seseorang untuk melaksanakannya, yaitu “Adil”, yang perlu adil adalah dalam perkara:
a.       Nafkah, pakaian, tempat kediaman
b.      Giliran
Bila suami tidak dapat memenuhi hak-hak semua isteri dan khawatir berbuat zhalim maka diharamkan berpoligami. Bila yang sanggup dipenuhi hanya tiga orang isteri, maka haram baginya mengawini empat perempuan. Jika ia sanggup memenuhi hak dua orang isteri maka haram baginya kawin dengan 3 orang perempuan. Begitu juga apabila dia tidak sanggup memenuhi hak dua orang isteri dan khawatir akan berbuat zhalim maka haram kawin dua orang perempuan.
Berlaku adil yang dapat dilaksanakan adalah berlaku adil dalam masalah lahiriyah, sedangkan dalam masalah cinta dan kasih sayang tidak dapat berlaku adil, karena masalah tersebut diluar kemampuan seseorang. Disamping itu melaksanakan persetubuhan juga tidak dapat berlaku adil, karena seorang suami dengan isteri yang satu dia gairah sedangkan dengan isteri yang lain tidak, maka tentu terjadi perbedaan. Hal seperti ini tidak menimbulkan dosa bagi seorang suami, karena hal itu diluar batas kemampuan manusia dan tidak dapat dipaksakan untuk melaksanakannya, tetapi dengan syarat tidak disengaja. Sebagaiman Firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 129, yang artinya:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara isteri-isterimu walaupun sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung”.

1.      Nafkah pakaian dan tempat kediaman
Mengenai nafkah, pakaian dan tempat kediaman harus dilakukan secara adil. Maksud adil disini adalah sesuai dengan kebutuhannya. Karena kebutuhan satu keluarga berbeda dengan kebutuhan keluarga yang lainnya, disebabkan berbeda jumlahnya dan berbeda keadaannya. Maka adil dalam masalah nafkah, pakaian dan tempat tidak wajib harus sama pembagiannya.

2.      Giliran
Pembagian giliran harus adil (sama). Giliran itu dihitung malam hari, karena siang adalah mencari rezeki atau nafkah atau penghidupan. Suami diwaktu dalam giliran seorang isteri boleh datang kepada yang bukan gilirannya, dengan syarat tidak mencampurinya dan suami tidak boleh membedakan dan melebihkan dalam pembagian waktu antara isteri yang satu dengan isteri yang lain, walaupun isteri yang satu muda sedangkan yang lain sudah tua.
Bila suami kawin lagi, sedangkan perempuan yang dikawininya gadis (perawan) maka ada hak baginya pada permulaan hari kawinnya itu bermalam dirumahnya 7 hari (siang dan malam), tetapi kalau yang dikawini janda, maka haknya 3 hari (siang dan malam). Sesudah itu baru diatur giliran masing-masing isteri.     

Hak Perempuan Mensyaratkan Tidak Dimadu
Seperti Islam telah mensyaratkan boleh berpoligami asalkan adil dan terbatas empat orang saja, berarti memberikan kepada perempuan atau walinya untuk mensyaratkan kepada suaminya agar dia tidak dimadu. Jika syarat yang diberikan oleh isteri ini dilakukan ketika ijab kabulnya supaya ia tidak dimadu, maka syaratnya ini sah dan mengikat, dan ia berhak untuk membatalkan perkawinan jika syarat ini tidak dipenuhi oleh suaminya, dan hak membatalkan perkawinan ini tidak hilang selagi tidak dicabutnya dan rela akan pelanggaran suaminya. 

Hikmah Poligami
1.      Merupakan karunia Allah dan rahmat-Nya kepada manusia membolehkan adanya poligami dan membataskan sampai empat saja.
2.      Bahwa kesanggupan laki-laki untuk berketurunan lebih besar daripada perempuan, sebab laki-laki telah memiliki persiapan kerja seksual sejak balig sampai tua, sedangkan perempuan dalam masa haid tidak memilikinya.
3.      Adakalanya karena isteri mandul atau menderita sakit yang tak ada harapan sembuhnya, padahal masih tetap berkeinginan untuk melanjutkan hidup bersuami-isteri, padahal suami ingin mempunyai anak-anak dan seorang isteri yang dapat mengurus keperluan-keperluan rumah tangganya.
4.      Ada segolongan laki-laki yang mempunyai dorongan seksual besar, yang merasa tidak puas dengan isteri saja, terutama sekali orang-orang yang tinggal di daerah tropis, karena itu, daripada orang-orang ini hidup dengan teman perempuan yang rusak akhlaknya adalah lebih baik diberikan jalan yang halal untuk memuaskan tuntutan nafsunya.
5.      Dengan adanya system poligami dan melaksanakan ketentuan poligami ini dalam Islam, merupakan satu karunia besar bagi kelestariannya, yang jauh dari perbuatan-perbuatan social yang kotor dan akhlak yang rendah dalam masyarakat yang mengakui poligami.


B.     LARANGAN PERKAWINAN
Perempuan-perempuan yang haram menikahinya atau mengawininya dinamakan MAHRAM, yang mana ada halangan nikah dengannya. Hal-hal yang menyebabkan haram mengawininya atau ada halangan untuk menikahinya, sifatnya ada dua, yaitu:
a.       Haram untuk selama-lamanya (Muabbadah)
b.      Haram tidak untuk selamanya atau sementara (Ghairu Muabbadah)
a.       Wanita yang haram dikawini untuk selama-lamanya
Hal yang menyebabkan wanita haram dikawini buat selama-lamanya yaitu:
·         Disebabkan ketrunan (pertalian darah), ada 7 yaitu: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan bapak, saudara perempuan ibu, anak perempuan kandung dari saudara laki-laki, dan anak perempuan kandung dari saudara perempuan.
·         Disebabkan sepersusuan, yaitu: ibu susuan(ibu yang menyusukan), saudara sepersusuan, ibu dari susuan, ibu dari bapak susuan, saudara perempuan dari bapak susuan, anak perempuan dari saudara laki-laki sepersusuan, anak perempuan dari saudara perempuan sepersusuan.
·         Disebabkan pertalian perkawinan (mushaharah), yaitu: ibu tiri, mertua, anak tiri, menantu, isteri yang sudah di li’an.

b.      Haram untuk sementara atau tidak selama-lamanya (Ghairu Muabbadah)
Hal yang menyebabkannya yaitu:
·         Perempuan dalam keadaan bersuami (selama ia dalam status isteri dari seseorang)
·         Perempuan dalam keadaan beriddah sampai habis iddahnya.
·         Laki-laki yang sedang beristri empat orang
·         Memadu dua orang perempuan
·         Bekas isteri yang telah ditalaq tiga sampai dia bersuami dengan laki-laki lain, bergaul, kemudian bercerai dan sudah habis iddahnya dengan laki-laki lain tersebut.
·         Laki-laki atau perempuan yang sedang mengerjakan ibadah hajji (ihram)
·         Karena kafir atau musyrik
·         Karena murtad
C.    BENTUK PERKAWINAN YANG HARAM
Dalam Agama Islam ada beberapa nikah yang terlarang untuk melaksanakannya, yaitu:
1.      Nikah Syighar
Nikah syighar yaitu: seorang wali mengawinkan seorang putrinya dengan seorang laki-laki dengan syarat agar laki-laki tadi mengawinkan putrinya kepadanya tanpa mahar”. Dan disebut juga dengan kawin timbal balik. Kawin seperti ini tidak sah atau batal karena maharnya tidak ada, sedangkan wanita yang dinikahi wajib (berhak) mendapat mahar baik tunai atau tidak, sedangkan dalam nikah syighar yang menjjadi mahar adalah yang dikawini.
2.      Nikah Mut’ah
Nikah Mut’ah yaitu nikah untuk bersenang-senang saja dan untuk masa yang tertentu (kawin muaqqat). Misalnya : untuk masa 3 bulan, 6 bulan, setahun dan lain sebagainya.
3.      Nikah Tahlil
Nikah Tahlil ialah nikah yang dilaksanakan seseorang terhadap wanita yang telah di talaq tiga oleh suaminya yang pertama dan telah habis iddahnya. Setelah dipergauli atau dikumpuli diceraikan dengan niat supaya suami yang pertama bisa kawin lagi dengannya.
Perkawinan seperti ini dilarang oleh agama karena prinsip perkawinan untuk selama-lamanya, untuk mencari keturunan bukan untuk sementara.dengan kata lain tujuan perkawinan adalah untuk menghalalkan dan disebut Nikah Tahlil.
4.      Nikah orang yang sedang ihram
Seseorang yang sedang mengerjakan ibadah haji dilarang melaksanakan nikah, tidak boleh menikahkan, dan tidak boleh meminang, karena mereka sedang melaksanakan ibadah haji.
5.      Perkawinan seorang budak tanpa izin tuannya (penghulunya)
Budak tidak boleh melaksanakan perkawinan tanpa seizin tuannya, karena ia berada di bawah kekuasaan tuannya.
6.      Kawin dengan perempuan zina
Menurut mazhab hambali, laki-laki islam tidak dihalalkan kawin dengan perempuan zina, begitu juga perempuan islam tidak halal kawin dengan laki-laki zina, terkecuali sesudah mereka taubat dan iddahnya habis.
Tujuan islam mengharamkan kawin dengan orang zina adalah supaya mereka jangan hidup dibawah pengaruh mental yang rendah yang diliputi oleh jiwa yang tidak sehat dan bergaul dengan tubuh yang penuh dengan bakteri, cacat dan penyakit.
Sedangkan menurut hanafi, maliky, dan syafei, berpendapat bahwa orang zina tidak haram dikawini dengan alas an:
·         Dalam ayat dan hadits tidak ada dinyatakan bahwa perempuan zina haram dikawini, begitu juga perempuan yang hamil karena zina haram dikawini.
·         Perempuan yang telah melaksanakan perzinaan lalu dia hamil, boleh dikawini karena kehamilannya itu dianggap tidak sah.



DAFTAR PUSTAKA
Bustami, isni. 1993. Diktat fiqh IV (Bahagian pertama: PERKAWINAN).Padang : Fakultas Tarbiyah IAIN  Imam Bonjol
Sayyid Sabiq . 1997. Fikih Sunnah (Terjemahan Moh. Thalib). Bandung: Al Ma’arif

1 komentar: